Ku pikir hidup itu mudah. Dulu sebelum aku menikah, aku selalu membayangkan sebuah pernikahan yang indah. Aku ingin menikah dengan orang yang kucintai dan mencintaiku apa adanya. Tapi apa yang kuhadapi sekarang? Hidupku berantakan! Aku bahkan telah menikah dua kali.
Pertama dengan orang yang sama sekali tidak kucintai. Aku terpaksa menikah karena perjodohan yang telah dilakukan oleh orang tua kami. Sudah kucoba untuk membatalkan pernikahan itu dengan cara baik-baik sampai ancaman aku akan langsung bercerai kalau tetap dipaksa untuk menikah dengannya, tapi semua orang tidak perduli. Mereka pikir itu adalah yang terbaik buatku karena usiaku sudah tidak muda lagi, 32 tahun!
Aku stres berat sampai akhirnya aku sakit menjelang pernikahan kami. Semua sudah siap terlaksana, jadi mau atau tidak aku harus tetap melakukannya. Aku benci sekali dengan keadaanku. Akhirnya kubuktikan ancamanku dulu, sehari setelah pernikahan itu, aku pulang ke rumah dan mengajukan tuntutan cerai. Semua orang terkejut! Mereka menganggapku sudah gila. Semua membenciku tapi aku tidak perduli.
Tidak lama setelah perceraian itu, aku mendengar mantan suamiku sudah mendapatkan jodoh lagi dan aku pun sudah mendapatkan pria yang ku anggap adalah pria idamanku, Jonny. Dia seorang pria yang sangat perhatian dan mencintai ku apa adanya. Walaupun usiaku terpaut 4 tahun lebih tua dan dengan status jandaku, dia tetap mencintaiku. Aku bahagia sekali.
Tidak lama kami berpacaran lalu kami menikah, tapi pernikahan kami ditentang keras oleh calon mertuaku. Mereka anggap aku tidak pantas dan membuat malu keluarga. Tapi Jonny terus maju. Dia seolah-olah sangat membutuhkan ku dan tidak perduli walaupun orangtuanya tidak menyetujui hubungan kami.
Pada waktu kami menikah memang dia tidak bekerja dan aku pun hanya membantu mama berjualan di toko. Selang dua tahun kami menikah kami tetap tidak memiliki tempat tinggal yang tetap. Kami tinggal berpindah-pindah tempat ke mana kami diterima, karena kami tidak mau membebani orangtuaku terus. Kadang-kadang dan seringnya kami tinggal di rumah rumah nenekku di desa. Tahun berganti tahun kami hidup dari bantuan orangtuaku dan nenekku karena mertuaku belum juga mau menerima kami.
Kami masih sanggup menerima keadaan ini karena cinta dan ini memang resiko yang harus kami hadapi ketika menikah.
(bersambung....)